Selasa, 03 Juli 2018

PANDU INTEGRITAS : KELUARGA ADALAH GERBANG PERTAMA PENDIDIKAN


TEMA
PELIBATAN KELUARGA PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI ERA KEKINIAN
Salah satu hyperlink/ tautan dari laman sekolahkeluarga.kemendikbud.go.id salah satu referensi tulisan

      PANDU INTEGRITAS

KELUARGA ADALAH GERBANG PERTAMA PENDIDIKAN
Bagian 1 dari 2 – Aku
“ Namanku Pandu Integritas, kata ayah Pandu bisa diartikan pemimpin dan Integritas bisa diartikan adanya kesamaan antara perkataan dan perbuatan. Tapi bukan hanya itu, Nilai Integritas bisa juga berarti nilai-nilai baik yang ada di masyarakat. Nilai-nilai baik itu seperti jujur, peduli, tanggung jawab, kerja keras, disiplin, berani, adil dan sederhana. Jadi ayahku memberi nama aku Pandu Integritas, dia berharap aku bisa menjadi pemimpin yang baik, dimana antara perkataan dan perbuatanku sejalan. “
             Aku bisa dibilang tinggal bersama keluarga yang paling ideal. Aku tinggal bersama orang tuaku ( ayah dan ibu kandung ) yang dengan sabar membimbingku, mengajariku, guru pertamaku dalam kehidupan ini,  disaat sifat egoisku ( kanak – kanak ku ) masih mendominasi sikapku. Aku memiliki kakak laki-laki dan adik perempuan. Aku juga bisa dibilang beruntung karena kami hidup berkecukupan secara materi maupun kasih sayang. Aku merasa beruntung dilahirkan di keluarga ini.”
            “ Dari keluarga inilah aku kali pertama melihat dunia dengan mataku dan dengan sudut pandang orangtuaku yang membimbingku ke jalan yang benar sesuai wawasan yang mereka miliki ” – Kata Pandu Indegritas
Setiap orang adalah guru,  sebuah kata yang sangat sederhana namun memiliki arti yang sangat luar biasa. Semua orang adalah guru, guru yang terus belajar membimbing dirinya agar lebih baik dan lebih baik lagi, guru yang bisa memimpin dirinya sendiri untuk bisa mendengarkan dan mengikuti hati nuraninya. Guru yang bisa bisa menjadi contoh yang bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya, agama, bangsa dan  negaranya, syukur bisa menjadi orang yang dapat menginspirasi  seluruh warga  dunia, yang dapat melihat kemuliaan akhlaknya lewat dunia nyata maupun media yang sekarang semakin mudah dan berkembang. Bayangkanlah, jika setiap orang dapat mempraktikan  keteladan,  bisa menjadi guru “ digugu dan ditiru “ ( dipercaya dan dapat menjadi contoh dan teladan ) yang baik dalam kehidupan. Alangkah indahnya hidup ini.
Sebuah pandangan global tentang sebuah garis lurus tentang keteladanan. Ibarat sebuah peta, garis lurus bernama keteladanan ini adalah sebuah jalan yang mulus, namun jika dilihat lebih dekat, jalan ini akan berbelok belok dan kadang berlubang, kadang berbatu, tapi ada juga yang beraspal mulus. Jalan tidak mulus ini terjadi karena sesuatu dan jalan yang mulus juga terjadi karena di buat oleh sesuatu.
Untuk menjadi jalan yang mulus dan nyaman perlu usaha nyata untuk mewujudkannya.  Jalan  keteladanan perlu dibina, diciptakan dan dipraktekan. Siapa yang melakukan itu semua? Kita. Setiap orang  yang mau dan mampu untuk melakukannya. Mau, mereka dengan sadar melakukan hal baik dan Mampu meski rintangan menghadang mereka tetap berdiri dengan  tegak  berkata, mempraktekan dan  mencontohkan keteladanan. Tapi jika dia mau, kemungkinan dia mampu dan memiliki semangat untuk melakukannya, namun jika dia mampu tapi tidak mau melakukannya, itu akan mengakibatkan tidak terciptanya keteladanan.
Mau dan mampu, bisa dilakukan dengan kesadaran dan bisa juga dilakukan dengan paksaan ( dipaksa oleh internal diri sendiri atau dari eksternal dorongan dari orang lain atau system yang membuatnya demikian )
Bebek di sawah berkata wek…bebek yang lain berkata wek…dan semua bebek berkata wek…akhirnya semua bebek di sawah berkata week wek wek wek wek wek. Sebuah “  Pletik “ sebuah pemicu untuk mengawali sesuatu. Sikap keteladanan adalah contoh nyata “ pletik “ pertama sebuah kebaikan. Setelah kita berbuat baik, dan orang lain merasakan kenyamanan dari perbuatan kita, dia meniru perbuatan baik itu dan ditularkan  pada semua orang yang akhirnya semua orang akan mengikutinya, akhirnya sebuah kebaikan itu akan menjadi sebuah budaya, menjadi kebiasaan yang bisa dirasakan oleh semua orang.
Membuang sampah, sebuah hal sepele tapi hampir setiap hari aku melakukannya. Sudah menjadi kebiasaan kita membuang sampah. Saat aku menjadi kita, kita menjadi semua orang, semua jadi banyak. Semua orang menjadi membuang sampah. Jika kita tambahkan
1.      Membuang sampah – semua orang
2.      Membuang sampah sembarangan – semua orang membuang sampah sembarangan
3.      Tidak membuang sampah sembarangan – semua orang tidak membuang sampah sembarangan
Efek kebiasaan  nomor satu akan memberikan dampak berbeda pada poin dua dan tiga. Dan bila dicampur antara ke tiganya juga akan memberikan dampak yang berbeda pula, yang pada akhirnya kita kembali ke kehidupan nyata kita, tidak semua orang membuang sampah sembarangan , ada pula mereka yang membuang sampah di tempatnya.
1.      Aku, sendiri – berbuat baik untuk diri sendiri karena aku peduli pada diriku seniri.
2.      Aku tidak sendiri lagi – aku punya anak dan istri, aku selalu berbuat baik pada diri sendiri juga berbuat baik pada anak dan istriku karena aku peduli pada anak istriku.
3.      Aku tidak sendiri lagi – aku punya keluarga, ayah, ibu, kakek, nenek, mertua dan ponakan, aku selalu berbuat baik pada diri sendiri juga berbuat baik pada ayah, ibu, kakek, nenek, mertua, dan ponakan karena akupun peduli pada mereka.
4.      Aku tidak sendiri lagi – aku punya tetangga, lingkungan, dan teman. Aku selalu berbuat baik pada diri sendiri juga berbuat baik pada tetangga, lingkungan dan teman, karena aku peduli pada mereka
5.      Aku tidak sendiri lagi – aku hidup di masyarakat, bangsa dan negara serta masyatakat dunia. Aku berbuat baik pada diri sendiri juga berbuat baik pada masyarakat, bangsa dan Negara serta masyarakat dunia, karena aku peduli pada mereka.
Pada akhirnya merekapun melakukan hal sama padaku, karena mereka peduli. Hidup ini kita tidak hidup sendiri, ada orang lain disekitar kita yang mempengaruhi hidup kita, apa yang orang lain lakukakan  bisa berimbas pada hidup kita. Begitu pula sebaiknya, apa yang kita lakukan bisa berimbas pada hidup orang lain.
Keteladanan, nilai-niali baik yang ada di masyarakat, nilai – nilai Integritas untuk bekal membina kehidupan bermasyarakat , nilai-nilai yang umum kita kenal antara lain jujur, disiplin, peduli, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, mandiri, adil dan sabar.  Nilai-nilai Integritas ini harus kita tularkan pada generasi penerus bangsa ini.
Pengenalan  pertama nilai-nilai integritas, keteladanan ini bisa di lakukan di lingkunagn keluarga oleh orang tuanya, agar anak bisa melihat contoh nyata keteladanan dari orang tuanya yang kelak dikemudian hari anak bisa mewariskan juga nilai-nilai integritas, keteladanan  ini pada generasi mereka agar hidup ini menjadi lebih indah.
Aku, keluargaku, lingkunganku, bangsa dan negaraku serta akhirnya masyarakat dunia akan mengamalkan nilai-nilai integritas, keteladanan dimulai dari diri kita sendiri.
#sahabatkeluarga


Bagian 2 dari 2 – Aku dan keluarga
Lingkungan terkecil dari masyarakat adalah keluarga, sebuah keluarga dipimpin oleh kepala keluarga. Kepala keluarga menentukan arah kebijakan dalam rumah tangga yang dibantu istri atau orang tua dengan anggota keluarga yang lain.
Orang tua lah yang nantinya akan menuliskan hal pertama pada kertas putih kehidupan pada anak-anak mereka. Anak anak mereka akan dibimbing jadi apapun sesuai arahan orang tua, berawal dari keluarga, dari orang tua, atau orang yang dituakan dalam kehidupan mereka. Inilah arti penting keluarga sebagai gerbang pertama pendidikan. Tapi pada umumnya keluarga akan menanamkan nilai-nilai integritas, nilai nilai keteladanan yang baik sebagai bekal mereka hidup di masyarakat.
Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya, mereka memberikan asupan nutrisi untuk jiwa dan raga mereka. Mereka memberikan pendidikan karakter, pendidika agama, makanan yang sehat, rasa nyaman, kasih sayang dan banyak hal agar mereka  sehat jiwa dan raganya. Bekal yang sangat banyak sebelum mereka terjun ke kehidupan masyarakat dengan segala macam problematikanya.
Pondasi, sebuah awal bangunan itu berdiri. Pondasi, sebuah pijakan langkah selanjutnya. Pondasi, dimana dia tidak tergelincir karena memiliki pijakan yang kuat. Keluarga adalah pondasi pertama pendidikan karakter bagi anak-anak mereka. Mereka kali pertama mengenal manusia, mengenal kehidupan, belajar sesuatu, merasakan sesuatu, mulai berfikir akan sesuatu dan mulai belajar memilih mengambil sikap akan sesuatu  perbuatan yang akan mereka lakukan.  Pola pikir pertama tentang kehidupan mereka sebagai dasar langkah mereka lahir disini, di keluarga, sebelum mereka mengenal pola pikir yang sejenis untuk menguatkan pondasi pola pikir pertama atau mereka akan mendapatkan pola pikir baru tentang kehidupan yang bisa menambah atau mengurangi pola pikir terdahulu.
Kejujuran adalah hal mendasar dalam penanaman karakter  pada anak. Kejujuran ini bisa dimulai dari keluarga. Kejujuran adalah pondasi awal untuk dapat melahirkan semua sikap yang baik dalam kehidupan. Penanaman kejujuran dapat dilakukan dengan mendongeng, bercerita tentang sikap jujur, tapi lebih efektif lagi penanaman kejujuran ini dengan memberikan  keteladanan dari orang tuanya atau orang yang dituakan diantara mereka.
Keluarga, lingkungan terkecil manusia, tempat mereka kali pertama mengenali dirinya dan mengenali orang lain, belajar bersikap dengan mengamati lingkungan di keluarga.
1.      ( Keluarga ) Ayah dan ibu mereka adalah orang tua kandung dari anak, idealnya anak hidup bersama orang tua dan mendapatkan kasih sayang mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
2.      ( Keluarga ) hanya ayah atau hanya ibu, karena perceraian atau karena kematian. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
3.      ( Keluarga ) Kakek dan nenek adalah orang tua bagi cucunya atau orang yang dituakan. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
4.      ( Keluarga ) Paman, Bibi, Pak dhe, Bu Dhe adalah orang tua bagi keponakannya atau orang yang dituakan. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
5.      ( Keluarga )  asisten rumah tangga, pengasuh adalah orang yang dituakan bagi mereka. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
6.      ( Keluarga ) Panti Asuhan, Asrama, pengasuh mereka disana adalah orang yang dituakan bagi mereka. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
7.      ( Keluarga ) anak buangan, anak yang dipungut oleh orang lain, orang lain adalah orang yang dituakan bagi mereka. Terkadang karena “ sesuatu” anak hidup dan tinggal bersama mereka dan anak akan didik dengan cara mereka.
Peran keluarga dalam pendidikan awal anak sangat sulit untuk dihindari. Dari macam macam keluarga inilah nantinya akan tumbuh berbagai macam awal karakter manusia di masyarakat, dari keluarga inilah awal mereka mengenali dunia.
Dari semua “ keluarga “ ini, mereka menginginkan yang terbaik untuk anak anaknya. “ yang terbaik “ sesuai pemahaman orang tua, orang yang dituakan, keluarga mereka, dan mereka mendidik dengan cara mereka. Dari keluarga inilah nanti akan membentuk warna warna dari manusia yang saling berinteraksi satu sama lain.
Memasuki usia bermain, usia sekolah, usia bekerja mereka mulai mengenal lingkungan yang lebih luas, berinteraksi, bermain dan belajar bersama mereka. Mereka mulai mengenali “ orang lain “ namun mereka tetap kembali ke keluarga. Keluarga adalah rumah mereka untuk pulang.
#sahabatkeluarga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pandu Integritas - SAMPLE OF MY WORK

Kisah kisah dalam komik ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran anti korupsi ...